Laman

Selasa, 19 Oktober 2010

Mendedikasikan Anak Pada Tuhan


Susannah Wesley adalah ibu dari 19 anak, termasuk John Wesley dan Charles Wesley. Dia mendedikasikan semua anaknya kepada Tuhan, dan dia tidak menggunakan buku-buku akademis anak untuk menjaga kehidupan anak-anaknya. Tapi berikut ini adalah "16 Peraturan" yang Susannah terapkan, lebih dari 200 tahun yang lalu, untuk menjaga agar 19 anaknya tetap hidup dalam kebenaran:

1. Anak-anak tidak diperbolehkan makan di luar jam-jam makan.

2. Anak-anak tidak diperbolehkan tidur lebih dari pukul 8 malam.

3. Anak-anak harus dapat minum obat tanpa mengeluh.

4. Mengurangi kehendak egois dari seorang anak dan karena itu perlu bekerjasama dengan Tuhan untuk menyelamatkan jiwa anak.

5. Mengajari seorang anak berdoa begitu ia dapat berbicara.

6. Melatih anak-anak untuk belajar tenang saat melakukan doa keluarga.

7. Jangan memberikan sesuatu kepada anak yang dimintanya dengan menangis, tetapi berikan kepada mereka apa yang dimintanya dengan sopan.

8. Agar anak tidak suka berbohong, jangan memberikan hukuman pada anak begitu dia mengakui kebohongannya dan menyesali perbuatannya.

9. Jangan biarkan anak melakukan perbuatan dosa tanpa hukuman sama sekali.

10. Jangan menghukum anak dua kali untuk satu kesalahan.

11. Berikan pujian dan hadiah jika anak berkelakuan baik.

12. Berikan pujian pada anak untuk usaha apapun yang ia lakukan untuk menyenangkan hati orang lain, meskipun usahanya tersebut kurang begitu baik.

13. Menghargai hak milik pribadi bahkan untuk hal-hal yang sepele.

14. Perhatikan dengan cermat setiap janji yang dibuat.

15. Anak perempuan tidak diperbolehkan bekerja sebelum ia mampu membaca.

16. Ajarkan anak untuk takut pada hukuman.

Selengkapnya...

Selasa, 31 Agustus 2010

"Jadilah Pelita"



Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita. Orang buta itu terbahak berkata: "Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok." Dengan lembut sahabatnya menjawab, "Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu." Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta. Dalam kagetnya, ia mengomel, "Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!" Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta. Kali ini si buta bertambah marah, "Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!" Pejalan itu menukas, "Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!" Si buta tertegun.... Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, "Oh, maaf, sayalah yang 'buta', saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta."

Si buta tersipu menjawab, "Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya." Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita. Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, "Maaf, apakah pelita saya padam?" Penabraknya menjawab, "Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama." Senyap sejenak... secara berbarengan mereka bertanya, "Apakah Anda orang buta?" Secara serempak pun mereka menjawab, "Iya...," sembari meledak dalam tawa. Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta. Timbul pikiran dalam benak orang ini, "Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka."

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan "pulang", ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk "membuta" walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Selengkapnya...

Jumat, 20 Agustus 2010

Bahaya Memfavoritkan Anak




Berawal dari kehamilan yang tidak biasa. Setelah bertahun-tahun, akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan Ishak dan Ribka untuk mendapatkan seorang anak (lihat Kejadian 25:19-34). Tetapi kehamilan ini tidak seperti yang Ribka harapkan. Dia merasa seperti ada peperangan di dalam kandungannya! Apa yang sedang terjadi?
Kemudian datanglah jawaban dari Tuhan: “Kembar”. Apa arti pesan aneh itu? Akankah anak yang lebih tua melayani adiknya? Apa arti semua itu? Sejak lahir, perbedaan-perbedaan antara anak-anak itu terlihat jelas. Esau bersuara lantang, banyak menuntut, dan aktif. Yakub lebih pendiam. Ketika mereka tumbuh besar, kepribadian mereka yang berlawanan menjadi lebih jelas, dan Ribka mungkin sering mendapati dirinya sendiri merenungkan janji Tuhan itu. Ribka menyayangi Yakub. Ketika dia membandingkan Yakub dengan kakaknya, mudah bagi Ribka untuk lebih banyak memberikan kasihnya kepada Yakub, dan perasaannya kepada Esau melemah. Selain itu, bukankah Tuhan mengatakan bahwa Yakub akan menjadi anak kesayangan?
Namun, Ishak melihat situasi ini dengan sangat berbeda. Esau benar-benar seorang "lelaki", dan Ishak bangga pada kemampuannya sebagai pemburu. Ishak lebih menyayangi Esau daripada Yakub.
Memfavoritkan anak adalah jebakan yang ingin dihindari oleh setiap orang tua. Kita berjanji untuk mengasihi setiap anak sama rata dan memperlakukan mereka dengan pantas. Namun, jauh di dalam lubuk hati kita, pembedaan itu ada. Mungkin salah satu anak lebih cantik dan lebih anggun daripada saudaranya yang kaku dan canggung. Mungkin salah satu anak dianggap orang tua sebagai anak yang tidak "diunggulkan" dalam keluarga, dan dia mendapatkan kasih yang istimewa karena dia tampak lebih membutuhkan. Mengapa bisa demikian? Mungkin kita bisa mengenali anak kesayangan kita dengan lebih mudah, seperti Ishak dan Ribka yang memihak salah satu anak. Salah satu anak mungkin lebih berbakat, lebih berperilaku baik, atau tertarik dalam suatu kegiatan yang sama dengan minat kita. Apa pun alasannya, memfavoritkan anak sulit dihindari, dan efeknya bisa membahayakan, baik bagi orang tua maupun anak-anak.
Bagaimana Memfavoritkan Anak Bisa Membahayakan Orang Tua?
Memfavoritkan anak dapat membuat orang tua mengabaikan kualitas unik yang ada pada setiap anak. Dengan berfokus pada kekuatan seorang anak, kita gagal melihat bakat atau kemampuan anak lainnya. Betapa menyedihkannya bila Tuhan memberi banyak berkat, namun kita memilih untuk hanya menikmati satu bagian saja! Kita harus memeriksa perilaku kita terhadap anak-anak kita dan menentukan apakah kita memberikan kualitas yang positif.
Memfavoritkan anak bisa menjadi awal dari dosa. Keinginan Ribka yang kuat untuk melihat janji Allah dipenuhi dalam diri Yakub, mendorong Ribka melakukan penipuan untuk memastikan bahwa Yakub menerima berkat yang lebih besar dari Ishak. Menunjukkan sikap memfavoritkan anak sudah merupakan dosa, dan bisa membawa pada dosa-dosa lainnya.
Tindakan memfavoritkan anak bisa menimbulkan masalah dalam pernikahan. Ketika tindakan ini menjadi jelas terlihat, salah satu pasangan akan merasa dihina oleh pembedaan itu. Selain itu, perasaan lebih menyukai salah satu anak ini dapat membuat pasangan Anda terluka karena Anda memilih mengasihi salah satu anak.
Sikap memfavoritkan anak dapat memicu rasa bersalah yang berkepanjangan. Akibat dari sikap memfavoritkan anak yang Ribka dan Ishak lakukan adalah pemisahan keluarga yang berlangsung selama bertahun-tahun. Ketika hari berganti tahun, Ribka harus terus mengalami rasa bersalah karena dia menyadari kesalahan yang telah dilakukannya. Dengan demikian, tindakan kita dalam memfavoritkan anak juga dapat memicu timbulnya rasa bersalah.
Bagaimana Memfavoritkan Anak Bisa Membahayakan Anak-Anak?
Memfavoritkan anak dapat membuat anak jatuh ke dalam dosa. Yakobus 2:9 jelas mengatakan: "Tetapi, jikalau kamu memandang muka, kamu berbuat dosa." Ketika anak-anak Anda mengamati perilaku Anda, mereka akan lebih meniru Anda daripada mematuhi perintah Alkitab. Seperti Esau, anak-anak yang tidak menerima perlakuan istimewa bisa membangun sikap tidak peduli dan mencari kesenangan dalam kegiatan-kegiatan yang berdosa sebagai usaha untuk melarikan diri dari luka karena orang tua yang tidak adil membagikan kasih.
Sikap memfavoritkan anak menghancurkan harga diri anak yang kurang dikasihi. Mungkin salah satu kesalahan terbesar yang dilakukan orang tua adalah melukai anak yang begitu berharga, yang telah Tuhan percayakan untuk mereka asuh. Tindakan memfavoritkan anak menghancurkan jiwa anak-anak, meninggalkan bekas luka yang mungkin membutuhkan waktu seumur hidup untuk sembuh.
Sikap memfavoritkan anak dapat menghancurkan kesatuan keluarga. Seperti yang telah kita lihat, Yakub dan Esau mengalami perpisahan yang pahit selama bertahun-tahun. Bersyukur, mereka akhirnya saling mengampuni dan kembali bersatu. Tetapi tidak setiap keluarga seberuntung mereka. Sikap memfavoritkan anak seperti di atas bisa memisahkan keluarga selamanya karena kepahitan dan iri dengki menghancurkan hubungan.
Sikap memfavoritkan anak bisa kembali terulang pada generasi berikutnya. Yakub menikah dan memunyai dua belas anak. Dia juga memiliki anak favorit, dan itu terus merusak lingkaran keluarganya. Sama seperti dosa karena alkohol dan pelecehan yang cenderung terus berulang dari generasi ke generasi, dosa karena sikap memfavoritkan anak bisa terus berlanjut dalam hidup.
Mazmur 127:3 mengatakan: "Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka daripada Tuhan, dan buah kandungan adalah suatu upah." Ingatlah selalu bahwa setiap anak Anda adalah anugerah Tuhan; setiap anak benar-benar istimewa; dan setiap anak merupakan upah yang berharga untuk dinikmati. Jangan menjadi hamba yang tidak baik, yang tidak menghargai anugerah indah yang telah Tuhan berikan kepada Anda, tetapi kasihilah mereka dengan sepenuh hati dan petiklah hasil dari membesarkan anak-anak Anda sesuai dengan yang Tuhan kehendaki.
*) Kathy Kelly adalah seorang penulis lepas dan ibu dari Nathan, Brianna, dan Branden. Dia juga bekerja di rumah sebagai asisten suaminya, staf di Knotty Oak Baptist Church of Coventry, Rhode Island. (t/Ratri)

Selengkapnya...

Selasa, 10 Agustus 2010

Melayani Anak yang Menghadapi Kematian



Artikel berikut ini adalah artikel istimewa yang ditulis oleh seorang perawat rumah sakit. Dalam menjalankan tugasnya, ia menjumpai banyak anak-anak yang sakit parah, bahkan mendekati ajalnya. Ia sangat bersyukur karena selain dapat menjalankan tugas keperawatannya, dia juga mendapat kesempatan untuk melayani anak-anak ini melalui Sekolah Minggu yang diadakan di rumah sakit tempat ia bekerja.
Bagaimanakah Anda menyampaikan jalan keselamatan kepada seorang anak yang menderita sakit yang membawa kematian?
Sederhana saja, sama seperti kepada semua anak. Kebanyakan anak tidak mempunyai rasa benci terhadap Allah. Sedikit sekali yang meniru orang dewasa dengan bertanya, "Mengapa Allah membiarkan keadaan seperti ini terjadi pada diri saya?" Hal ini menjadi lebih menarik lagi karena dalam Sekolah Minggu rumah sakit ini ada saja kemungkinan seorang anak hadir di dalam kelas pada suatu pagi... dan meninggal pada keesokan harinya. Begitu sering guru- guru di sana tidak menyadari seberapa parah penyakit seorang anak.
Setiap percakapan dan pelajaran di kelas harus "disirami" dengan banyak doa. Bagaimana seseorang dapat mengetahui kebutuhan hati setiap anak yang sedang sakit hanya melalui satu pertemuan yang sesingkat itu? Ya, memang ada yang dapat! Dialah yang mempedulikan mereka lebih daripada siapapun. Dialah yang merindukan anak itu untuk mengenal diri-Nya ... yaitu Tuhan Yesus sendiri!
David, yang berusia delapan tahun dan menderita leukimia, mempunyai tempat khusus dalam doa-doa kami, terutama karena ia sudah semakin dekat dengan akhir hidupnya yang singkat. Di suatu siang yang panas pada musim gugur saya masuk ke kamarnya dan mendapati dia sedang sendiri saja. Ia memakai masker oksigen, oleh karenanya ia tidak banyak berbicara. Saya menyalami dia, dan ingat akan ayat Yohanes 3:16, maka saya bertanya, "David, pernahkah kamu mengundang Tuhan Yesus masuk ke dalam hidupmu?"
Ia memandang saya dari bawah masker oksigen yang ada di mukanya, seorang anak kecil yang istimewa, yang selalu jujur dan terbuka. Tidak ada senyuman, bahkan matanya tidak berkedip, namun ia menjawab dengan suara rendah tapi jelas. "Ya, saya pernah." Kemudian ibunya masuk kembali ke kamarnya dan saya pergi; saya percaya bahwa Roh Kudus telah melakukan tugas-Nya.
Tiga hari kemudian saya melihat ibu David mendekap David erat-erat dan membisikkan, "Tuhan memanggilmu, David."
David tersenyum kepadanya dan berkata, "Ya, saya tahu!" Kemudian ia menghembuskan napasnya yang terakhir.
Tuhan bekerja dengan banyak cara, sebanyak anak-anak yang ada. Setelah menghadiri Sekolah Minggu, Barni, salah seorang murid kami di Sekolah Minggu, berkata, "Saya duduk di tempat tidur dan berdoa agar Ia masuk ke dalam hati saya."
Seorang murid Sekolah Minggu kami yang lain, Dina berkata, "Dapatkah saya melakukannya sekarang juga? Apakah Ia akan masuk pada saat ini juga?" Dan setelah diyakinkan bahwa pasti itu terjadi, ia memejamkan matanya dan berdoa.
Begitu juga dengan Joni, yang berkata, "Saya akan melakukannya malam ini juga pada waktu saya berdoa. Saya berjanji!"
Menyampaikan Salam kepada Yesus
Apakah Anda berbicara tentang surga kepada anak yang sudah mendekati ajalnya? Kenapa tidak? Kebanyakan anak usia sekolah dan yang lebih besar menyadari seberapa parah penyakitnya. Memang beberapa orang tua telah mengambil langkah-langkah pencegahan agar anak-anak mereka tidak mengetahui sama sekali apa yang akan terjadi atas diri mereka akibat penyakit itu. Namun dapatkah seorang anak tinggal dalam sebuah bangsal bagi penderita kanker tanpa mengetahui bahwa leukimia biasanya fatal? Masing-masing terus berpura-pura sehingga justru melukai hati semua orang. Anggota keluarga mengetahui bahwa mereka sedang bersandiwara, hidup dalam kebohongan, sementara anak mereka merindukan keakraban dan kasih sayang yang ekstra.
Kadang-kadang kita tidak begitu bebas untuk berbicara secara terbuka dengan seorang anak. Namun kita selalu dapat berdoa. Doakanlah agar Allah membukakan jalan bagi Anda atau bagi orang lain untuk menyampaikan berita Injil-Nya. Bersiaplah sehingga kesempatan- kesempatan yang diberikan-Nya tidak dilewatkan begitu saja.
Suatu pagi menjelang akhir Sekolah Minggu, seorang perawat meminta sebuah Alkitab. Seseorang memberikan sebuah Perjanjian Baru kepadanya namun ia berkata, "Bukan yang ini. Alkitab itu untuk ibu Kimi. Ia ingin membacakan kitab Pengkhotbah kepada Kimi."
Orang tua Kimi ateis, namun karena alasan tertentu mereka mau membacakan kepada Kimi bagian ini: "Ada waktu untuk lahir ada waktu untuk meninggal ...." Keesokan harinya Kimi meninggal.
Sebuah Pedoman bagi Sikap
Sikap pribadi terhadap anak yang sedang menunggu ajalnya ialah mengutamakan penyampaian kasih Allah kepadanya. Saya juga harus mengasihi, penuh pengertian, dan bersabar selalu. Setiap dekapan, pelukan, sentuhan, atau ciuman menyalurkan kasih.
Tuti seorang anak berusia delapan tahun. Suatu pagi di Sekolah Minggu ia menyanyi solo secara sukarela. Dalam kesempatan berikutnya ketika kami bertemu dengannya, ia sudah tidak bisa berbicara lagi. Kanker yang telah menyebar, dan serangan pada otak telah menyebabkan dia lumpuh tidak berdaya sama sekali. Mengunjungi dia sungguh penting, karena keluarganya jarang sekali menengok dia.
Saya juga menetapkan beberapa "larangan" bila menghadapi anak yang mempunyai penyakit yang membawa kematian.
1. Jangan sekali-sekali menunjukkan rasa iba kepadanya.
Bagi saya, anak adalah bagian yang paling mengagumkan dari semua ciptaan Allah. Mereka sungguh luar biasa; indah sekali! Mereka sama sekali tidak ingin dikasihani.
2. Jangan memanjakan mereka secara berlebihan sehingga merusak.
Tingkah laku yang tidak dapat diterima pada anak yang sehat juga berlaku pada diri anak yang sedang mendekati ajalnya.
3. Jangan mengatakan sesuatu yang tidak benar-benar Anda maksudkan.
Anak cepat sekali melihat kepura-puraan. Pertumbuhan rohani dapat dirusak oleh janji yang tidak dapat ditepati.
Kesadaran kita juga harus meliputi kenyataan bahwa seorang anak dalam keadaan koma mungkin masih mendengar dan mengerti. Pendengaran biasanya adalah indera terakhir yang akan hilang.
Dina menghadiri Sekolah Minggu di rumah sakit itu hanya dua kali. Ia sudah dalam keadaan setengah koma ketika kami mengetahui bahwa pengetahuan tentang kekristenan dalam masa sebelas tahun usianya itu hanyalah melalui saat-saat singkat di kelas-kelas Sekolah Minggu kami. Orang tua Dina sudah bercerai dan adik satu-satunya seorang perempuan, juga sedang sakit, sehingga berminggu-minggu lamanya Dina seorang diri saja, tidak ada yang menemani. Setiap kali saya pergi ke rumah sakit, saya meluangkan waktu untuk menemani dia. Setiap saat saya mengingatkan dia tentang kasih Yesus kepadanya, tentang kematian-Nya supaya semua orang bisa diampuni dari dosa-dosanya, tentang betapa indahnya surga itu, dan yang terindah dari semuanya ialah tentang kenyataan bahwa Yesus hadir di tempat itu. Jika Dina percaya dan mengasihi dia, maka Ia sedang menyiapkan sebuah tempat yang khusus hanya untuk dia.
Apakah ia mengerti? Apakah ia percaya? Pernah ketika saya duduk di samping tempat tidurnya dan membelai rambutnya, sambil mengatakan betapa Yesus dan saya mengasihi dia, tiba-tiba ia menjadi gelisah dan berusaha bergerak. Kemudian bibirnya membentuk sebuah kata, "kasih".
Selengkapnya...

Senin, 19 Juli 2010

"Sifat Anak Tunggal"




Seorang guru sekolah minggu bertanya, “Bagaimana dengan keluarga yang hanya memunyai satu orang anak? Sifat-sifat apakah yang menandai anak tunggal dalam suatu keluarga?”
Seorang anak tunggal dapat menunjukkan sifat-sifat anak sulung maupun anak bungsu. Dia kemungkinan cenderung untuk mencapai prestasi, dan sering memunyai keinginan yang besar untuk menyenangkan orang tuanya. Tetapi, dia merasa aman dalam hubungannya dengan orang tua, sebab tidak perlu takut disaingi oleh adik-adiknya.
Banyak pasangan yang memusatkan kehidupan mereka pada anak tunggal mereka. Akibatnya, banyak anak tunggal yang percaya bahwa satu-satunya tugas orang tua mereka adalah melayani dan memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini akan menimbulkan masalah bagi mereka ketika dewasa. Anak tunggal dapat bertumbuh dengan merasa bahwa perhatian utama kehidupan hanyalah berkisar pada mereka. Karena tidak ada saudara yang dapat mengajarkan sesuatu kepadanya, mereka mungkin memunyai kesulitan mengembangkan kemampuan sosial, seperti dalam hal membina persahabatan dan berbagi rasa. Karena mereka tidak mengalami kecemburuan atau persaingan dalam keluarga, mereka mungkin menemui kesulitan untuk menghadapi masalah tersebut di kemudian hari dalam kehidupannya. Kesepian dan merasa terasing karena menjadi anak tunggal juga dapat menjadi suatu masalah. Sering kali, anak tungggal harus berjuang melawan hubungan yang retak dalam kehidupan.
Bagaimana Anda berkomunikasi dengan anak tunggal? Karena mereka sering kali bersifat anak sulung dan juga anak bungsu, Anda perlu memerhatikan petunjuk untuk kedua kelompok tersebut. Penting bagi Anda untuk mengamati anak tunggal Anda secara cermat dan menyesuaikan cara Anda berkomunikasi menurut sifat yang diperlihatkannya. Yang terutama, kenalilah keunikannya dan belajarlah untuk berbicara sesuai dengan gayanya.

Selengkapnya...

Rabu, 14 Juli 2010

"Metode Mengajar"



Waktu terbaik untuk kita menanam sebuah pohon adalah sepuluh tahun yang lalu. Dan waktu terbaik kedua adalah hari ini. Jika kita menanam pohon sepuluh tahun yang lalu, pasti hari ini kita sudah dapat menikmati hasilnya. Dan waktu terbaik kedua adalah hari ini. Mungkin kita tidak bisa mneikmati sepuluh tahun ke depan pohon yang kita tanam hari ini. Tetapi generasi selanjutnya pasti akan menikmatinya.
Jika hari ini kita diijinkan Tuhan untuk menanamkan benih kebenaran kepada anak-anak, mari kita tanamkan benih firman itu sebaik mungkin di hati dan di kehidupan anak-anak yang Tuhan percayakan kepada kita. Benih Firman Tuhan yang kita genggam adalah benih yang unggul namun benih itu terkadang tidak tumbuh dan menghasilkan buah karena kita yang tidak cakap menanamnya. Bahkan tidak jarang kalau benih itu tercecer sehingga dipatok burung, diinjak pejalan kaki dan sebagainya.
Mengajarkan sebuah kebenaran kepada anak haruslah kaya dengan metode. Pengajar tidak bisa hanya terpaku pada satu metode saja. Seperti halnya seorang anak adalah pribadi yang sangat aktif dan dinamis serta memiliki daya khayal yang tinggi, maka seorang pelayan anak harus mampu menyajikan kebenaran dengan berbagai metode.
Ada beberapa metode mengajar kepada anak yang bisa digunakan
1. Metode Diskusi
Metode ini hanya akan efektif jika dilakukan untuk kelas besar. Dalam metode ini pengajar akan mengajukan sebuah pertanyaan atau ide yang harus dipecahkan bersama. Anak-anak dipancing untuk bisa mengemukakan pendapatnya tanpa merasa takut. Dalam hal ini pengajar harus memiliki kemampuan yang baik dan menguasai topic yang sedang dibahas. Antisipasi pertanyaan anak yang terkadang “nyeleneh”.

2. Metode Drama (Theater Method)
Drama atau sandiwara adalah metode yang bisa kita gunakan dalam menyampaikan kebenaran. Dalam metode ini perlu “kerja lebih keras” karena perlu penulisan scenario dan latihan bersama. Namun dalam metode ini kita bisa melibat anak sebagai pemain.

3. Metode Full Fun /Games
Metode ini sering juga dikenal dengan metode MEBIG (Memory Bible Games) dari Saporo Japan dan Wing-wings dari Korea Selatan. Dalam metode ini anak-anak diajak bermain namun dalam bermain itu ada nilai kebenaran yang kita tanamkan.

4. Metode Menonton Film
Menonton film adalah kesukaan bagi anak-anak. Kita bisa memanfaatkan kesukaan anak-anak ini dengan menonton sebuah film yang memiliki nilai kebenaran. Jangan lupa untuk mengulas kebenaran yang terkandung di dalamnya.

5. Metode Bercerita.
Metode ini sering sekali dipakai dikalangan sekolah minggu. Untuk dapat bercerita dengan baik kita perlu sekali memahami beberapa hal:

1. Baca bahan cerita dengan cermat. Pastikan bahwa Anda memahami cerita yang akan disampaikan
2. Tentukan alurnya.
2.1. Pendahuluan
2.2. Isi cerita harus mengandung kebenaran.
2.3. Cerita yang baik harus mengadung sesuatu yang dapat mengubah seseorang ke arah yang lebih baik.

a. Perhatikan kosa kata.
b. Ekspresi dan gerak harus singkron dengan cerita.
c. Buatlah penerapan yang praktis. Buatlah penerapan selama bercerita dengan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut anak-anak untuk menerapkan pelajaran yang sedang disampaikan. Buatlah cerita Anda berbeda. Jangan menceritakan cerita dengan gaya yang sama.
d. Ulangi penekanan atau tujuan dari sebuah cerita.
e. Gunakan alat bantu. Baik Audio atau Visual
f. Hindari pengalihan perhatian.
g. Akhiri dengan sebuah komitmen.
Selengkapnya...